Sabtu, 02 Desember 2017

ANGGAP SAJA TAK BERJUDUL

hari ini senja tiba lagi, langit memerah seiring kumandan ayat-ayat suci alquran dari menara masjid yang kian tinggi,
betapa keramatnya peralihan waktu dari terang kegelap ini,
kuingat betul saat kita bermain bola, bersepeda, memancing atau apapun yang kita lakukan akan kita hentikan ketika masjid-masjid mulai melantunkan firman tuhan melalui pengeras suara. Kita akan pulang membersihkan diri lalu berjalan kesurau , tak pernah kita janjian untuk bertemu di surau ini,karena setiap petang memang ini tujuan kita, aku bahkan sangat jarang shalat subuh, dhuhur, atau azhar, namun shalat maghrib nyaris tak pernah aku lewatkan, begitu pula denganmu, di usia kita saat itu yang katanya belum “aqil baliq” Tak pernah aku terfikir tentang pahala atau dosa waktu itu, yang kutau hanya berjalan kesurau ini ketika waktu shalat maghrib tiba, melaksanakan shalat maghrib lalu bermain di selah antara shalat maghrib dan shalat isya, bahkan tak jarang kita bermain dalam shalat yah kita masih anak-anak waktu itu, masih ingat kau dengan bapak-bapak kumisan itu, yang pernah membentak kita setelah shalat karena kita terlalu cepat mengucapkan ammiinn..... sambil berteriak,haha.... aku sempat takut ke masjid lagi waktu itu karena masih takut dengannya, tapi kesenangan ketika bermain di selah shalay maghrib dan isya itu mengajkku ke masjid lagi, bahkan aku yakin tujuan kita ke masjid waktu itu hanya untuk bermain.
Perlahan kita memang semakin khusyuk dalam shalat kita seiring usia yang terus bertambah menjadi “aqil baliq’ kita tak lagi berkejaran di halaman masjid sampai keringat kadang membasahi punggung, kita hanya duduk berbinang atau saling mengejek, waktu kita ditawari untuk menjadi remaja masjid juga aku masih ingat betul,kita sama-sama bergabung dalam iktan remaja masjid di masjid itu, waktu itu kita sudah tak bersekolah di tempat yang sama lagi, kau lanjut ke SMK dan aku ke SMA, tapi sama saja rasanya toh kita masih bertemu di di sini, Ramadhan tahun pertama kita kita menjadi remaja masjid terasa sedikit berbeda, karena kita yang menyuguhi hidangan buka puasa di masjid bersama yang lain, kita mulai menjadi bagian dalam masjid ini. Seperti tahun-tahun sebelumnya ketika Ramadhan tiba masjid langsung penuh sesak, entah dari mana saja mereka sebelumnya, yang kutau setiap awal-awal ramadhan pasti seperti ini.
Obrolan kita serasah mulai berubah di ramadhan kali ini tak lagi bercerita tentang cara kita bermain bola tak lagi bercerita tentang game atau perdebatan kita tentang pembalap moto GP andalan kita, kau mulai bercerita tentang kecantikan Ratna, salah satu anggota remaja masjid putri, entah kapan kau mulanya kau jadi sering membahas dia, sampai pada malam ke-23 Ramadha waktu itu aku ingat betul karena pertama kalinya kita ‘iktikaf’ di masjid itu, kau suruh aku untuk mencari nomer ponselnya, aku yang tanpa berfikir apa-apa ke esokan sorenya langsung mendatangi dia saat dia sedang mengatur beberapa piring untuk di isi dengan kue suguhan buka puasa,di sis kiri masjid tempat untuk perempuan berbuka puasa, dengan santa ku minta nomer ponselnya sembari mengeluarkan handphoneku dan kuberikan padanya, sempat dia bertanya, untuk apa.?’ kujawab dengan sedikit memaksa, simpan saja kataku aku ada perlu denganmu’ entah mengapa saat itu aku setuju dengamu, melihat dia dari dekat ekspresi wajahnya saat dia tertawa kecil memang benar-benar pemandangan yang indah, aku terlambat menyadarinya, tapi nomer ponselnya kuberikan juga padamu sesuai janjiku, BBM dan aplikasi komunikasi ala android memang belum ada waktu itu hanya SMS dan telpon yang sering kita pakai.
aku tak tau apa yang kau lakukan dengan nomer ponselnya, tapi hari-hari setelah itu dia jadi lebih sering tersenyum padaku, walau terasa sedikit aneh tetap kubalas senyumannya, malam ramadhan terakhir tahun itu di isi dengan zikir bersama para pengurus dan remaja masjid pak kumis yang yang pernah membentak kita dulu juga ikut, dia ternyata memang bagian keamanan masjid, setelah zikir bersama itu, kupikir telah selesai namun acara pembubaran panitia akan dilakukan 2 hari setelah idul fitri, sekalian rekreasi katanya karena telah bekerja selama bulan Ramadhan, 2 hari setelah idul fitri kita benar-benar berangkat si Ratna gadis andalanmu juga ikut, dia lagi-lagi kurasah aneh kerna sebelum berangkat dia berkata padaku “kupikir kau tak jadi ikut,karena ada rencana lain” tak sempat aku jawab karena aku masih bingung dia sudah tak ada di hadapanku lagi, aku naik ke mobil bus duduk tepat di dekatmu, sedikit aku bertanya tentang bagaimana kau dan Ratna, kau bilang ‘kami sering bertukar pesan dan cukup akrab” jawabanmu itu turut membuatku senang karena kau mengatakan dengan wajah yang kelihatannya sangat bahagia, dalam perjalanan aku hanya tertidur, kau bangunkan aku ketika sudah sampai di tempat permandian yang cukup ramai ini, aku yang baru saja terbangun masih merasa lelah sehingga tak sesemangat kau dan yang lain,tak lama kulihat kau sudah berganti pakaina dan bersiap mandi saat aku baru berjalan menuju pondok pondok sewaan untuk menyimpan tas beganti pakaian, lagi-lagi aku bertemu dengan ratna di pondok itu, dia duduk di kayu balok yang terpasang di sekeliling teras pondok putri yang berseblahan dengan pondok putra, aku berlalu saja seperti biasa sebelum dia memanggilku, aku berjalan mendekatinya sambil membawa tas yang belum sempat aku letakkan, Ratna menyuguhkan kerupuk bungkus kerupuk yang ia makan, aku ambil saja dan sama mengunyah, ia tiba-tiba bertanya “eh.. apa yang mau kau katakan padaku hari ini? sampai-sampai kau tak mau katakan lewat SMS bilang saja sekarang” akutak tau apa yang kau maksud jawabku sambil terus mengunyah kerupuk rasa rumput laut ini, jawabannya masih saja ngawur pikirku “sudahlah... bilang saja sekarang, kalau lewat SMS kenapa engkau kau baik? sedangkan sekarang kau bersikap lain. oohhhh.... aku mengerti sekarang ucapku memotong bicaranya, mulai kujelaskan padanya, bahwa aku tak pernah mengirim pesan padamu sekalipun, aku hanya di minta Malik sahabatku untuk mencari nomer ponselmu, Maliklah orang yang kau maksud, bukan aku. nomer ponselmupun tak aku simpan kuhapus setelah kuberikan pada Malik.
Entah apa yang salah dengan penjelasanku matamu tiba-tiba saja basah, sambil melihatku dengan tatapan marah, aku tak berbuat salah padamu, tapi kenapa kau lempar aku bungkus kerupuk yang tadi kau suguhkan padaku dengan senyum ramah, hingga isinya berserakan di lantai, sedang aku masih ingin mengunyahnya, kau berjalan masuk ke pondok putri, sedang aku masih disini bingung mencari apa kesalahnku.?
Saat itu aku dan Ratna tak pernah bertemu lagi,dalam perjalanan pulang pun kau jadi ikut-ikutan seperti marah padaku, kau lebih banyak diam, bahkan setelah tibah kau langsung berjalan pergi, tak sempat lagi kita bersalaman. mobil bus putri yang tibah setelah kau pergi, disana juga tak ada Ratnamu, sempat kutanyakan pada Sri temannya, Sri bilang, Ratna, dia turun tadi tepat di depan rumahnya karena bus ini lewat sana.
Aku duduk di samping masjid melihat satu persatu berkemas dan pulang, sedang aku masih disini tak mengerti apa yang baru saja terjadi,tak mengerti kesalahan yang kubuat, dan tak ada yang memberitahu salahku. Peristiwa 9 tahun silam itu masih mebekas betul dalam ingatku, hari ini aku berjalan kesurau ini untuk pertama kalinya sejak kejadian 9 tahun silam itu, terlalu lama aku pergi dari tanah ini, aku rindu masjid ini dalam rantauanku, hari ini pertemuan kita di masjid ini sangat berbeda karena untuk pertama kalinya kita janjian untuk bertemu di tempat kita dulu selalu bersama, hampir jatuh air mataku saat kupandangi masjid ini dari gerbang timur tempat aku masuk, tempat kita duduk dan bercerita banyak hal dulu masih ada di sana, hanya saja warnanya yang berubah.
Aku berjalan ke tempat duduk ini lagi, tempat di mana aku melihatmu untuk terakhir kalinya berjalan menjauhi masjid ini begitu pula dengan yang lainnya, entah dari mana rasa haru ini tiba-tiba saja memenuhi hatiku, 9 tahun tak mampu buyarkan ingatanku tentang tempat ini, kau datang juga Malik saat masjid belum lagi melantunkan ayat-ayat Al-quran dari menara yang telah di perbaharui, uluran tanganku untuk berjabat tangan denganmu kau sambut dengan pelukan dan sedikit tangis, kau tampak gagah sahabatku, penampilan layaknya ustadz-ustadz besar buatku penasaran tentang siapa kau sekarang ini,
Kita bercerita sampai adzan maghrib tiba, setelah itu kita masuki ke masjid untuk shalat, lagi-lagi kau buatku heran saat kau maju kedepan setelah memasang microphone di bajumu dan memimpin shalat kau hebat Malik, setelah shalat maghrib sampai setelah isya kita masih saja mengobrol, stelah shalat isya kau mengajakakku kerumahmu untuk makan malam,’malam ini makan dirumah yah, karena istriku sudah masak untuk menyambutmu, Hagh,... kau sudah beristri tanyaku dengan nada heran, iyah awal tahun ini jawabmu sambil menyalakan motormu, kau rumah baru yah? tanyaku lagi saat kau membuka pagar dan mendorong masuk motormu kedalam teras, ayo masuk, katamu sembari membuka pintu, langsung meja makan saja, katamu lagi, aku menurut saja masuk dan duduk di kursi meja makan, Ratna tiba-tiba saja muncul membawa 2 gelas air dan di letakkan di atas meja, kugaruk kepalaku yang tak terasa gatal ini, karena terlalu banyak kejutan, kakiku sempat dingin kurasa, saat Ratna berkata padaku, terlalu lama kau pergi, kukira kau sudah lupa dengan aku dan Malik sahabtmu, tatapan tajam mata itu masih sama saat terkhir kali kupandangi, belum lagi kujawab, Malik memotong pembicaraan, ayo makan dulu, sebentar ngobrolnya sambil menyodorkan bakul nasi, aku makan tak terlalu lahap waktu itu karena masih merasa canggung .
Malik berkisah banyak tentang hidupnya selama kami tak bertemu, dia mulai bercerita tentang jurusan kuliahnya yang di tamatkan dan menjadi Sarjana agama hanya dalam waktu tiga setengah tahun, setelah itu dia melamar kerja di kantor KUA(kantor urusan agama) awalnya dia hanya diterima sebagai tenaga honorer selama setahun lebih, kemudian dia lolos dalam seleksi pegawai negeri sipil dan di tempatkan di daerah terpencil selam 2 tahun lebih, belum lama ini dia kembali di pindahkan ke kota ini, dan memutuskan untuk melamar Ratna yang memang masih sering bertemu dengannya di masjid, karena masih sama-sama aktif sebagai pengurus masjid, bahkan Ratna mengajar sebagai guru di TPA masjid itu, dan Malik adalah bendahara di TK TPA masjid itu, kisahku tak pernah jauh dari masjid tempat kita tumbuh katanya, pernikahan 11 bulan lalu itu adalah langkah besar dalam hidupku kata Malik sambil menyodorkan foto-foto pernikahannya untuk diperlihatkan padaku. dia juga bercerita tentang sulitnya menemukan aku, karena aku memang tak pernah pulang, tak ada yang bisa dia hubungi untuk bertanya tentangku, aku memang sengaja melakukan itu pikirku dalam hati,
Foto masjid yang kau unggah inilah yang akhirnya bisa membuat kita bertemu lagi sambil kuperlihatkan foto yang sempat kusimpan dari media sosialku, foto yang muncul di beranda media sosialku yang waktu itu entah dibagikan siapa, tiba-tiba membuatku rindu dengan masjid ini dan ingin pulang, apalagi ketika kulihat ternyata kau yang pertama mengunggahnya, hari ini masih terlalu singkat untuk bercerita, walau Malik betul-betul bercerita banyak malam itu, Ratna yang dari tadi duduk disamping Malik sesekali tertawa mendengar Malik bercerita, tapi dia tak sedikitpun menyinggung tentang hari terkahir kami bertemu, seakan-akan hari itu tak pernah terjadi, atau ada luka yang memang tak mau kau ganggu tentang hari itu.
LAMPU MERAH. jurnal nonfiksi (nanti dirapikan) ICCHA NUR AULIAH·22 APRIL 2017